ad300 |
Sebut saja nama saya Indah , Usia 22 tahun dan saya berasal dari Jatim. Saya adalah salah satu mahasiswi perguruan tinggi di Kota kembang.
Di kota kembang itu saya tinggal di daerah Dago atas. Karena saya punya keluarga disana, saya tidak perlu mkos dan saya tinggal di rumah yang cukup luas milik paman saya. Disana aku tinggal hanya dengan pembantu yang usianya sudah cukup tua.
Karena rumah itu lumayan besar, maka terasa sepi karena hanya kami berdua yang tinggal disana. Paman dan keluarganya tinggal di luar nengri, mereka kembali kebandung tidaklah tentu. Disini saya akan menceritakan tentang kisah sex saya yang bisa dibilang menyimpang dari kodrat. Kisah sex ini berawal ketika aku ospek di kampus yang dilakukan oleh kakak tingkatat Saya.
Ketika itu saya ospek berlangsung seperti biasa saya mencari teman dan mendapat teman bernama Ratih. Ratih ini seorang wanita yabg bisa dibilang cantik dan cute. Dia mempunyai tinggi badan sekitar 161 cm, berat badan 56 kg dan berkulit putih langsat. Ketika itu kebetulan Ratih mendapat hukuman yang menurut saya amatlah berlebihan dari oleh seniorku.
Sugguh kasihan sekali dia, saat itu saya berfikir hukuman itu sudah melewati batas. Melihat hal itu saya sungguh kasihan dan tidak terima jika seniorku sok berkuasa dan menindas mahasiswi baru. Pada akhirnya saat itu saya-pun bergegas medekat kepada seniorku dan tanpa banyak biacara saya langsung menghajar mereka dengan beberapa jurus pencak silat yang dari kecil sudah saya pelajari.
Oh iya, saya gini-gini dari sekolah dasar sudah mengikuti latihan pencak silat, dan hal itu membuat sifat saya menjadi sok pahlawsan, hhe. Saat itu beberapa senior saya-pun mengeroyokku, karena mereka tidak mempunyai ilmu beladiri mereka-pun terjatuh satu persatu menerima tendangan dan pukulan tanganku. Setelah itu ada salah satu senior yang cukup bijak, mendekat dan melerai kami, kemudian kami semua-pun diberi hukuman.
Hukuman kami kali ini masuk akal layaknya ospek normal. Saat itu kami diberi hukuman untuk berlari-lari mengitari kampus sembari menyanyi dan menari. Saya sendiri mempunyai prinsip yang lemah harus dibela dan yang terpenting Ratih pasti tidak akan digoda ataupun diganggu lagi degtan kakak tingkat saya. Sejak kejadian itu mereka-pun segan dengan saya dan Ratih.
Singkat cerita seminggu kemudian, ternyata Ratih itu itu satu kelas denganku dan kami-pun saling menyapa dan berkenalan lebih dekat lagi,
“ Hey… terima kasih yah kemarin kamu menolongku. Gara-gara aku, kamu jadi kena masalah deh, ” Saat itu dia menyapa saya duluan.
“ Ah nggak kok, itu sih urusan kecil buatku ”, sambil tersenyum kusapa balik.
“ Oh, yah kita belum berkenalan kemarin, nama kamu siapa?, ” Saya bertanya seolah saya belum tahu namanya, padahal saya sudah tahu namanya dari senior-senior saya.
“ Ratih, kamu?, ”
Duh mak, nih cewek benar-benar manis sekali, senyumnya aah… apalagi matanya, bulat dengan alis yang tertata rapi berwarna hitam, serasi sekali,
“ Hey… kamu kenapa?, ”
Duh ketahuan kalau lagi terpana. Eh, nih anak pakaian dan celananya seksi and ketat sekali, mengundang perhatian cowok, pikirku. Beda sekali denganku, celana jeans biru lusuh dengan kemeja panjang kedodoran, potongan rambut pendek cepak dan memakai jam tangan yang besar. Pokoknya saya senang seperti ini, dulu saya terkenal Tomboy di antara teman-teman cewek saya di SMA,
“ Ah.. yah.. nama saya Indah, ” Jadi grogi juga nih.
“ Hemmm.. kamu tinggal di mana?, ” tanya saya, siapa tahu kan nanti dia lebih rajin punya catatan, kan bisa kupinjam.
Dasar otak nakal dan pemalas. Saya heran juga, dari kecil saya tidak suka belajar tapi saya bisa dengan mudah menerima apa pun dalam otakku. Bukannya sombong tapi yah.., cuma begitu saja.
Tanpa sadar saya senyum-senyum sendiri, ketika ia menegurku,
“ Ndah, kamu duduk di sebelahku yah ”, pintanya. Saya hanya manggut-manggut saja mengiyakan sambil terus berjalan menuju kelas kami.
“ Eh, kamu ini lucu juga yah, dari tadi senyum-senyum sendiri, hhe… ”,
Saat itu dia tertawa kecil, beuhh manisnya temanku ini. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar kegaduhan kecil, ternyata segerombolan cowok-cowok mengganggu dan mempermainkan salah seorang teman kami yang lebih kecil ukurannya dari mereka, mungkin sekitar 155 cm. Oh, yah saya sendiri 170 cm dan beratku 60 kg. Cukup tinggi besar untuk ukuran cewek kali, yah?, hhe.
Lagi-lagi saya belagak nih, padahal memang tanganku gatal ingin meninju orang, habis sedang gregetan nih sama Ratih. Kusambar salah satu cowok dan tendanganku sangat tepat bersarang di bawah perutnya, yah si-xxx, tahu temannya menjerit, mereka berhenti dan memandangku. Ada kemarahan di wajah mereka, namun saya tidak tahu kenapa, mereka langsung ngeloyor pergi sambil membantu temannya berjalan.
Ahh, saya puas juga. Sejak saat itu, saya cukup disegani di kampusku, mungkin juga mereka telah membaca biodata saya di buku tahunan. lalu,
“ Eh, di mana rumah kamu?, ”.
Dia tersenyum,
“ Kamu masih inget dengan pertanyaanmu setelah berkelahi barusan ? ”, berkata begitu, tangannya menempel di pundakku dan turun menggandeng tanganku.
“ Yah, sekali lagi, itu hal kecil buatku, habisnya mereka seenaknya mengganggu orang lain ”, ujar saya sambil menikmati sentuhan alami lengan dan jari-jari kami yang saling mengait.
“ Ah, sudahlah, jangan dibicarakan lagi, ”.
Bosan juga saya, kan saya pingin tahu tentang anak satu ini eh, malah melenceng dari pokoknya,
“ Saya tinggal di Taman Sari ”, jawabnya.
Akhirnya meluncur juga jawabannya,
“ Tinggal dengan siapa? ”, tanya saya agak bingung, maklum sendirian sih saya.
“ Kost, ama teman-teman juga.., banyak kok ”, jawabnya sambil memilih tempat duduk untuk kami berdua.
“ Boleh main nih, aku bosan sendirian di rumah ”, sambung saya.
“ Kalau dilihat dari wajah kamu sepertinya bukan dari sini, kalau aku dari sekitar sini juga sih, kamu bukan orang sini, kan? ”, Ia balik bertanya pada saya.
“ Iyah, saya bukan orang sini, tapi saya tinggal di rumah pamanku, sekalian jaga rumahnya, ”.
Kuliah pertamsaya dimulai, akh bosan rasanya. Tanpa sengaja tanganku merangkul kursi sebelah dan menempel di punggung Ratih. Antara sadar dan tidak, maklum mengantuk, saya seperti merasakan gesekan halus di tangan kananku. Jantungku berdesir dan mulai berdegup kencang. Saya tengok, ternyata punggungnya benar-benar dia gesekkan ke tangan kananku hingga jamku pun tertarik ke atas-bawah.
Saat itu saya-pun mulai menikmati permainan ini. Bibirnya terbuka sedikit, ia menengadah dan lehernya yang jenjang kulihat sangat menantangku. Aghhh… saya ingin mengecupnya, duh saya bergetar. Ada apa ini? Saya duduk dengan gelisah, akh dia mempermainkan nafsuku. Aduh bisa pening saya dibuatnya. Saya berdoa, semoga kuliah ini cepat selesai.
Dengan sedikit keberanianku, saat itu saya was-was takut kalau ketahuan teman lain. Telapak tangan kananku mulai meraba dan meremas bahu dan terus turun ke punggung, pinggang, dan berhenti di antara dua kantong ssaya di belakang jeansnya. Ia mulai menggoyang pantatnya, geser depan-belakang, kanan-kiri. Kuremas salah satu pantatnya yang muat juga di tanganku.
Ternyata cukup kecil, tapi kenyal, dan enaak sekali. Nafasku pun memburu dengan cepat. Akhh lamanya kuliah ini. Akhirnya, kuliah selesai juga. Permainan kami pun berhenti. Saya tersenyum dan ia pun membalas senyumku dan mengajakku ke belakang (toilet wanita). Duh, gila juga Ratih, apa orang sini berani-berani yah. Tanpa ba-bi-bu kuikuti langkahnya dan pokoknya kami sudah ada di dalam.
Cukup sepi, karena terhitung masih pagi, belum ada yang ke belakang. Saya bersyukur juga. Lagian yang namanya makhluk berjenis kelamin perempuan tidak begitu banyak. Saya pikir-pikir cukuplah bermain 15 menit. Saya duduk di closet dan dia kupangku. Kepalanya tepat di hadapanku. Kami hanya berjarak berapa inchi saja. Nafasnya yang hangat menyapu wajahku. Hidungnya yang agak mancung, ia gesek-gesekkan di hidungku, ih geli juga. Saya tidak tahan,
“ Hey, I can lift you ”, sambil tersenyum dia berkata.
“ Saya cuman 48 kok, San ”, sambil melingkarkan lengannya di leherku.
Saat itu saya menggendong dia dan saya duduk kembali. Dia tertawa lirih. Tanganku terus meraba paha, terus ke belakang, meremas pantatnya ke atas menelusuri pinggang dan mulai menyelusup di balik baju ketatnya, tiap gunung kembar itu teraba olehku nampak baju-nya bertambah padat dan ia busungkan payudara-nya sambil menggeliat menahan nafsu birahinya, duh menempel di punya saya, menekan dan,
“ Terus.., lagi.., dan…, ”
Karena saat itu saya sudah tidak, kubuka saja baju ketatnya dan gila, Ratih benar-benar berbody indah, saya merasa yang di bawah mulai berdenyut-denyut. BH-nya yang putih kecil, seakan tak mampu menutupinya, kubuka sekalian, dan nampaklah gunung itu atau bisa dikata bukit sajalah. Kecil dan menantang, kuelus dan kujilati, akh harum, keringatnya mulai keluar satu-satu agak asin.
Ahhh… saya semakin gila. Kuremas pantatnya, kutekan ke selangkanganku, akh ia meremas rambutku dan menekan kepala saya tepat di belahan itu. Akhh! ia mulai menjepit kepala saya, akhh saya hampir tak bisa bernafas. Gila kencang sekali mainnya! Kecil-kecil cabe rawit. Duh, nafasku sesak nih. Sambil terus kutekan pantatnya ke perutku.
Aghhh… lepas juga kepala saya setelah itu ia menjerit pelan, kaget juga saya, kenapa dia? Baru sekali ini saya melakukan permainan kait-mengait. Apalagi dengan seorang cewek. Eeh, apa dia masih cewek ? Entar kutanya, tapi mata saya sempat melirik jam tanganku dan saya mengerti permainan ini harus ditunda, ada kuliah lagi.
Kukecup lembut dan lidahku masih ingin melumat kedua bukit itu, kupasang kembali bra dan baju ketatnya,
“ Entar lagi, yah ”, kata saya, dia tersenyum.
“ Makasih, Ndah, ”.
Kutepuk-tepuk pantatnya dan segera kuputuskan,
“ Tih.., kamu mau pindah ke rumahku? ”, tanpa pikir panjang juga dia mengangguk. Kuturunkan dia dan saya merasa CD-ku seperti lembab dan lengket,
“ Tih, entar dulu yah ”, sambil kubuka retsleting celana saya dan kuraba yang di balik CD-ku yaitu selangkanganku.
Jariku basah seperti ada jelly, Ada apa nih? Seketika kubuka agak lebar dan saya melongok untuk melihatnya lebih jelas. Ratih meraih jariku yang basah dan menghirup serta menjilatinya,
“ Enak, asin, gurih, harum selangit!, ” terpana saya melihat mulutnya yang bergetar ketika menggumamkan kata-kata itu.
Tangannya menuntunku memasuki celana ketatnya dan terus ke bawah dan di balik CD-nya, basah juga. Kenapa kami, yah? Bingung juga yah saya waktu itu. Hehehe, saya mulai menyukai permainan ini. Telapak tanganku ternyata cukup menutupi selangkangannya, ia gesek-gesekkan dan saya mulai menekan kemaluannya, jari tengahku mulai bermain-main kesana-kemari.
Kembali Ratih menggeliat dan mengerang lirih. Duh, apa toilet ini memang kosong yah? Gila juga nih anak, pakai acara mengerang segala apalagi pakai menjerit.
Eh, seakan ia tahu apa yang kupikir, dia berhenti dan hanya menggigit bibirnya. Saya tidak tahan, kulumat lagi bibirnya dan kubuka pelan dengan mulutku, dan kami berpagutan lagi. Lidahku dan lidahnya berkaitan dan lama.
Matanya terpejam dan akh.., saya menemukan daging kecil di dalam, jariku menerobos dan mulai masuk sedikit. Tiba-tiba meluncur pertanyaan di otakku, refleks kukatakan padanya,
“ Tih, kamu pernah melakukan beginian?, ”.
Ia menjawab pelan, “ Belum, Ndah, baru sama kamu, ”
“ Jadi kamu masih cewek, masih punya selaput? ”, ucap saya.
“ Iya, masih. Pelan aja Yan entar sakit, ”
“ Maaf, San. Lebih baik nggak sekarang, ada kuliah kan, ”
Kulihat Ratih kecewa, tapi demi amannya saja sih, padahal sungguh saya bodoh sekali pelajaran biologi, jadi saya tidak tahu berapa jarak selaput itu dari luar vagina. Kutarik jariku dan ia pun menjilatinya sampai bersih. Ok, entar lagi. Nikmat juga jilatannya.
Singkat cerita, Ratih pindah ke rumah tinggalku dan dia tak mau beda kamar. Inginnya satu kamar denganku.
Yah, tidak apa-apa sih, lumayan ada yang menemani. Saya memiliki kebiasaan bermain gitar di sore hari, karena hanya gitar yang bisa kumainkan. Kini tiap kali saya mainkan senar gitar Ratih selalu menyanyi merdu hanya untukku seorang. Terkadang saya duduk di kursi malas beranda luar menghadap taman dalam. Ratih datang dan duduk mengangkangi kedua kakiku.
Dia suka sekali memakai daster pendek di atas lutut dengan CD yang terlihat bila angin bertiup agak kencang atau ketika ia mengangkat kakinya. Pokoknya hal-hal mudah seperti itu sudah cukup merangsang nafsuku. Apalagi bila malam tiba, Ratih memakai kimono sutra yang sekali talinya kubuka, nampaklah semuanya. Tiap malam dia membuatkan saya susu kegemaranku.
Saat saya asyik duduk di komputer sedang online atau mengerjakan tugas, Ratih menghampiriku dan menempel di punggungku. Hal ini sangat kusukai dan Ratih tahu itu. Saya merasakan lekukan bibir kemaluannya, bukitnya dan ia menempelkannya, merenggangkannya Aghh… mengaduk-aduk emosiku. Segera saya membalikkan badanku.
Kurengkuh tubuhnya dan kukempit kakinya dengan kedua pahsaya yang kuat, kadang Ratih meronta dan saya pun melepaskannya, biasa kami berlarian seperti dua orang kakak beradik bermain kejar dan tangkap. Saya sungguh menyukai permainan ini. Kadang Ratih tiba-tiba mengerem dan membalikkan tubuhnya dan tentu saja saya menubruknya dan jatuh bersama bergulingan saling menindih.
Nafas kami yang tak beraturan karena berlari-lari saling memburu dengan kecupan-kecupan yang semakin menambah ketidakberaturannya nafas kami. Buah dada kami saling menggesek dan,
“ Berat ah… Ndah ”,
Saat itu saya lalu dengan sigap ganti posisi di bawah, dan ia menyeringai puas karena Ratih sangat tahu saya sangat menyayanginya dan tidak mau ia merasa sakit atau apapun. Dan mau tahu apa yang ia lsayakan tiap itu terjadi? Ratih mengambil susu itu dan menuangkannya di vaginanya dan saya menjilatinya hingga kepuasan yang amat sangat pada kami berdua.
Coba saja deh atau kalau siang bisa saja pakai es sirup, dengan dingin yang mengalir pelan rasakan. Kami saling menjaga, menyayangi, dan berusaha memberikan kepuasan. Namun pernah suatu ketika ia sakit demam, duh saya bingung sekali. Kukompres ia kalau panas dan kuselimuti ia sewaktu dingin menyerangnya. Tapi ia tak mau selimut.
Dia mau tubuhku menyelimutinya dan sekali lagi ia sangat tahu kalau saya benar-benar hanya bertindak sebagai penghangat tubuhnya dengan kekhawatiran di wajahku yang sangat dihafalnya. Ratih sangat menyukai sikapku yang melindungi dan menyayanginya. Sikap yang dapat membedakan kapan bermain dan kapan harus menjaga dan merawat.
Ratih sangat akrab dengan keluargsaya, begitu juga saya. Keluarganya dan keluarga saya telah saling mengenal dan tidak mempermasalahkan hubungan kami. Saya bungsu dari empat bersaudara, kupunya 1 orang kakak laki-laki dan 2 kakak perempuan sedangkan Ratih sulung dari tiga bersaudara, 1 orang adik perempuan dan 1 orang adik laki-laki.
Kemana pun kami selalu berdua, ke supermarket beli bahan kebutuhan sehari-hari, ke mall untuk cari pakaian atau keperluan lain, ke toko-toko buku, ke bioskop buat nonton, dan lain-lain kecuali kalau saya dan ia sedang memiliki aktivitas yang berbeda. Saya senang berorganisasi dan berolah raga sedangkan ia suka melukis dan bermain musik.
Dini hari saat fajar tiba, sambil tidur saya selalu merasakan sesuatu yang berdenyut di bawah dan refleks saya menempel lekat ke tubuhnya, entah itu punggung dengan sentuhan pantat hangatnya atau langsung perut dengan bukit kembar dan selangkangan yang mengaitku. Ratih mengerti kebiasaanku di setiap fajar dini hari dan kami pun saling menggesek.
Sekali merengkuh tubuhnya, ia jatuh menindihku dan berbaring tiduran di tubuhku. Enak katanya, merasakan pelukanku yang hangat, maklum kota ini lumayan dingin. Pokoknya kami melakukan itu kapan saja. Tidak ada bosan-bosannya, soalnya kami mulai ahli sih. Kami mengubah posisi setiap kali mulai bosan dan yahud juga!
Saya mulai mengerti apa yang namanya liang garba itu.
Wah, indah sekali, berapa jarak selaputnya, apa itu clitoris, dan perlu dicatat, sampai kini selaput itu belum robek. Saya tidak mau kalau ia sakit, jadi mulutku hanya mengecup, mengulum dan lidahku menjilati agak ke dalam. Ia sangat menyenangi posisi di atas dan saya di bawah. Terkadang saya bertahan cukup lama, kasihan Ratih sudah 2-3 kali keluar baru saya keluar.
Kalau saya tentu saja suka posisi kaki saling mengait dan selangkangan kami saling menempel dan bergesek semakin kencang, jadi kami bisa orgasme bersama. Tahu kan caranya. Begini, kuangkat kaki kirinya, kuselipkan kaki kiriku, dan kedua kaki kami saling membelit. Posisi ini menyebabkan cairan kental dari kedua kemaluan kami yang keluar bersamaan bercampur dan euunaak sekali.
Kadang dengan cara ini Ratih sudah sangat kewalahan mengatur nafas, memekik dan menggeliat kencang, tempat tidurku pun berantakan tiap kali kami main di kamar. Perlu dicatat, selesai permainan dan mandi, tempat tidurku kembali sangat rapi karena Ratih orang yang sangat rajin dan menjaga kebersihan. Tidak sepertiku, ceroboh.
Kalau di dapur saat dia memasak saya merengkuhnya dan mengecup lembut lehernya.
Saat itu serasa kami sepasang suami istri selayaknya, mendudukkannya di meja dan biasa saya rentangkan kedua paha itu dan mulai mencumbuinya, kubuka celana saya dan kugesekkan CD-ku ke CD-nya. Enak lho. Kalau kami bermain di kamar mandi, yah seperti dua anak kecil yang berteriak-teriak kegirangan saling menyiram tempat-tempat sensitif yang sudah sangat kami hapal sambil menciumi tempat-tempat itu.
Bath-up yang sudah mulai terisi dengan busa sabun kuoleskan ke seluruh tubuhnya, terutama di-xxx-nya, pelan karena saya takut kalau ada apa-apa. Ratih senang sekali telentang di atas tubuhku,
“ Nyaman, Ndah?, ” katanya sambil mencari di mana pinggangku.
Lalu kupeluk erat ia, kurasakan gunungku menekan punggungnya dan satu hal saya nggak senang posisi ketika ia membalikkan badannya tepat ke arahku (di bath-up). Pernah ia coba dan saya tidak enjoy melihat kesulitannya mencumbuiku. Permainan di beranda pun kami buat berbeda, seperti sepasang kekasih yang tenang saling membelai dan menata taman sambil tiduran di luar.
Saat itu kami sangat menikmati tidur di atas rumput yang lembut. Cuma kadang saya sangat risih melihat semut. Jadi kami nggak begitu memaksakan diri tiduran di taman. Atau saya cemburu dan takut sama semut, kalau-kalau semut itu memasuki area xxx dan menggigit vagina kekasihku. Aghhh… kan kasihan Ratih hanya bisa meringis kesakitan.
Nah, kalau yang ini, di tempat tidur kami seperti dua orang gila yang selalu tergila-gila. Banyak posisi yang kami lsayakan, pasti kalau dapat dengan alami melakukanya. Intinya cuma satu, ikuti kata hati, kalau mau stop ya stop, mau nge-sun, sun saja, mau membelai, belai aja, kalau mau maju yah maju, kalau mau ganti yah ganti posisi, begitu saja, sepele.
Dan seperti telah menjadi suatu kewajiban bagi Ratih untuk selalu membersihkan punysaya dan saya begitu juga, menjilati dan saling menghangati kedua vagina kami dengan telapak tangan yang saling kami selipkan di antara kedua paha kami dan hehehehe. Hangat kan, coba deh. Pernah suatu ketika saya berkonsultasi ke seorang ahli dan beliaunya menjawab kalau saya sebenarnya termasuk transexsual.
Saya ini berjiwa dan bertingkah seperti laki-laki namun bertubuh wanita, jadinya setengah-setengah dengan hormon yang lebih banyak jenis laki-laki. Yang umum sih salah satu lebih besar dan mengikuti hormon kelaminnya. Kalau saya mau, kata beliaunya bisa saja bedah kelamin. Tapi biaya yang dikeluarkan pun sangat besar. Yah, sudahlah saya seperti ini saja.
Sampai selama ini Ratih selalu mendampingiku entah sampai kapan. Sudah dua tahun ini saya nyambi bekerja di kontraktor dan saya menikmatinya. Dengan gaji yang lumayan tinggi, saya sebenarnya sanggup menghidupi kami berdua dengan 3 orang sekaligus, misalnya. Mungkin selesai kuliah ini, selesai semuanya. Tamat
0 komentar: